Muslimah di Antara Dua Kutub ~ Keterikatan sebagian muslimah pada pemahaman sempit bertemu dengan gempuran dunia barat yang menawarkan kebebasan. Dua kutub ekstrem berpapasan. Di mana seharusnya Muslimah menempatkan diri?
Di Indonesia, bulan April yang lalu kerap menjadi momen bagi perempuan untuk menyuarakan hak-nya. Kehadiran sosok Kartini menjadi pemantik bangkitnya emansipasi. Nilai-nilai Islam dan adat ketimuran pun diabaikan. Bahkan, Islam dianggap pagar yang mengekang kebebasan perempuan. Islam dianggap penjara yang mengerangkeng potensi kaum hawa.
Padahal, Islam memberikan demikian banyak petunjuk tentang orbit perempuan dalam sistem raya Islam ini. Menurut tuntunan Rasulullah saw, Islam sebagai agama yang amat memerhatikan masalah keseimbangan, menegaskan bahwa perempuan adalah pendamping pria dalam upaya menegakkan kalimat Allah. Jika hendak diumpamakan, perempuan dan laki-laki laksana dua bintang yang berada pada orbit yang berbeda. Namun keduanya memiliki peran yang sama dalam menentukan keseimbangan bagi jagat ini.
Perkemabangan zaman menghadirkan masalah-masalah baru bagi Muslimah. Hal-hal yang selama ini tak pernah ada dalam kamus ke-Muslimahan tiba-tiba muncul. Ide emansipasi dan ideologi feminisme masuk mengisi rongga otak banyak Muslimah. Hasilnya berwujud berseliwerannya para perempuan memenuhi ruang perkantoran, pusat pembelanjaan, dan pabrik-pabrik. Sebagian menorehkan prestadi di bidang ilmu, sementara sekelompok lainnya asyik menekuni bidang politik bahkan militer. Sebagian lagi terjun bebas sebebas-bebasnya dalam kencah dunia hiburan yang seolah tak bertepi.
Dan memang, banyaknya fakta menunjukkan bahwa prestasi yang dihasilkan kaum hawa tak berbeda jauh dibandingkan kaum pria. Bahkan sebagian melampaui apa yang diraih kaum Adam. Kenyataan ini tentu memberikan inspirasi dan motivasi baru bagi sebagian Muslimah untuk mengekor keberhasilan rekan sejenisnya di belahan bumi lain. Arus ini bagaikan badai yang menerjang benteng pertahanan yang selama ini dibangun untuk melindungi perempuan agar tetap ada dalam istananya. Gempuran itu bak amukan ombak, yang terus berkejaran menghantam tegarnya batu karang.
Di sisi lain arus ini juga memunculkan pernyataan pada sebagian Muslimah ihwal gugatannya terhadap "pagar-pagar" yang selama ini membatasi ruang geraknya dalam beraktivitas. Khususnya pada peran yang diemban seorang Muslimah dalam gerak kebangkitan umat yang tengah berlangsung ini.
Sementara itu ada kebingungan melanda sebagian Muslimah yang sudah menyelesaikan pendidikannya atau tengah berjuang menyelesaikan pendidikannya. Mereka bingung kemana akan memanfaatkan ilmunya nanti. Semua tersimpul menjadi satu mengikat dan membatasi peran Muslimah dalam sumbangannya terhadap kebangkitan Islam.
Singkron sudah, keterikatan sebagian Muslimah pada pemahaman sempit bertemu dengan gempuran dunia barat yang menawarkan kebebasan. Dua kutub ekstrem berpapasan. Dua pihak saling mempertahankan pendapatnya. Barat dengan segala idenya menginginkan perempuan itu keluar dari sarangnya dan terbang tanpa batas. Benar-benar tanpa batas, baik pakaian, pergaulan maupus aspek yang paling penting bagi wanita yaitu perannya sebagai sosok yang melahirkan anak.
Yang pasti, apapun perannya Islam tidaklah membatasi kaum hawa untuk menelurkan ilmunya kepada siapa pun di alam raya ini, namun Islam juga telah memberikan porsi terbaik bagi kaum hawa dalam bergaul. Tuntunan yang selama ini dipandang mengekang sebenarnya kesalahan dalam memahami aturan-aturan yang telah di tetapkan oleh Sang Pencipta. Allah SWT tentu saja lebih tahu tentang apa yang Ia Ciptakan...Sang Pencipta telah memberikan aturan yang jelas mengenai kaum hawa, Namun jika dalam pandangan kaum hawa bahwa aturan itu mengekang, maka perempuan itu akan menjadi liar dan jauh dari aturan agama Islam . Jangan dengan alasan emansipasi, lalu lupa aturan yang telah di tetapkan oleh Allah SWT. Lalu seperti inikah emansipasi wanita yang dielu-elukan selama ini?
0 comments:
Post a Comment